PEMBAHASAN
A.
PERANG JAMAL (656 M)
1.
Latar Belakang
Terjadinya Perang Jamal
Setelah khalifah Ali dibai’at menjadi khalifah, Thalhah dan Azzubeir
meminta izin untuk pergi ke makah untuk bertemu dengan Ummul Mukminin Aisyah.
Setelah bertemu dengan Aisyah di Makah, mereka berencana untuk menuntut kepada
Khalifah Ali supaya segera mengkishas orang-orang yang terlibat atas pembunuhan
Khalifah utsman dan oleh meraka diajukannya permohonan itu kepada Khalifah Ali.
Akan tetapi khalifah Ali tidak mengizinkannya, dan lebih memilih untuk
melakukan perundingan terlebih dahulu dengan Kelompok ummul Mukminiin dkk. Hal
ini dikarenakan, khalifah Ali melihlat negara masih dalam keadaan kacau dan
sebagian dari yang membunuh Khalifah Utsman adalah orang islam sendiri sehingga
akan mengkibatkan perpecahan yang lebih
besar. Maka untuk mengatasinya,
diutuslah dari kedua kelompok tadi untuk melakukang Syura. Dari kelompok Aisyah
diutuslah Thalhah dan Azzubeir, dari kelompok Khalifah Ali diutuslah Al-Miqdad
dan Al Qa’qa.
Dalam perundingan ini, mereka sepakat untuk menunda pengkishashan atas
kelompok yang terlibat dalam pembunuhan Khalifah utsman.
2.
Meletusnya Peperangan
Setelah selesainya perundingan, kedua kubu akhirnya dapat tidur dengan
tenang. Akan tetapi dipihak lain, yaitu Abdullah Ibn Saba (salah satu dari
anggota yang terlibat dalam pembunuhan khalifah utsman) tidak dapat bergerak
dengan bebas dan merasa terjag, maka dia beserta kawannya berniat untuk
menyerang kelompok thalhah dan Azzubeir mengacaukan hasil dari perundingan
tadi, dan akhirnya menimbulkan peperangan.
Pada suatu malam ketika orang-orang dari kelompok Thalhah dan Azzubeir
sedang tidur, abdullah bin Saba mulai melancarkan serangan dan membunuh
beberapa orang dari kelompok itu kemudian mereka kabur. Kelompok thalhah
mengira kelompok ali telah menghianati mereka. Dan merekapun melakukan
pembalasan atas penyerangan tadi. Kemudian dari kelompok ali juga mengira bahwa
dari kelompok thalhaha telah mekakukan penghianatan, dan terjadilah saling
serang menyarang. Yang pada akhirnya, Khalifah ali membawa pasukan sebanyak
10.000 tentara pasukan. Dari pihak Aisyah, Thalhah dan Azzubeir disertai
pasukan yang berjumlah 5000-6000 pasukan unta (jamal).
Peperangan ini disebut perang jamal, karena dari pihal Siti aisyah dkk
menggunakan Unta sebagai tunggangan perang mereka. Dalam peperangan ini,
Thalhah mati terbunuh oleh Marwan Bin Hakam dan Azzubeir mati terbunuh oleh Amr
Bin Ash.
3.
Pasca Terjadinya Peperangan
Pada perang ini
banyak sekali kaum muslimin yang tewas terbunuh. Inilah fitnah yang kita
berharap kepada Allah agara menyelamatkan pedang-pedang kita darinya. Kita
memohon kepada Allah agar meridhai dan memberi ampunan kepada mereka (kaum
Muslimin yang iktu dalam perang ini).
B.
PERANG SIFFIIN (657 M)
1.
Latar Belakang Terjadinya Peperangan
Setelah terangkatnya khalifah Ali menjsdi khalifah, beliau melakukan
pembenahan terhadap negerinya. Termasuk mengambil harta-harta yang telah
dibagikan oleh khalifah utsman kepada kerabatnya dan menurunkan para pemimpin
yang tidak disukai oleh para warga termasuk menrunkan Muawiyyah yang mana pada
waktu itu sebagai gubernur di syam. Akan tetapi Muawiyah menolak bahkan tidak
mengakui dan membai’at atas kekhalifahan Ali.
2.
Meletusnya Peperangan
Setelah Muawiyah menolak atas perintah penurunan jabatan, lalu Ali mengirim
surat kepada Muawaiyah, namun surat itu tidak dibalas hingga tiga bulan setelah
wafatnya Utsman. Lalu, Muawiyah mengutus Qubishah Al Abasi menghadap Khalifah
Ali dan menyatakan alasan penduduk Syam tidak melakukan baiat. Mereka
meminta agar pelaku yang terlibat dalam pembunuhan khalifah
Utsman untuk diadili. Utusan Khalifah Ali pun keluar dari Syam karena penduduk
provinsi itu menolak memberi baiat, kecuali pelaku pembunuhan Khalifah Utsman
dihukum. Kelompok Sabaiyah pun semakin terancam karena merekalah yang
berdiri di balik peristiwa tragis itu.
Lalu, mereka
mendesak Amirul Mukminin untuk memerangi Muawiyah. "Maka, para tokoh yang
secara langsung terlibat pembunuhan Utsman yang berada di sekitar Ali bin Abi
Thalib, memberi saran agar beliau memecat Muawiyah dari jabatannya sebagai
Gubernur Syam," demikian tertulis dalam Al Bidayah wa An Nihayah.
Awalnya, Imam
Ali tak pernah berniat untuk perang. Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wa An
Nihayah menyebutkan, khalifah mengirim utusan ke Damaskus untuk membawa
pesan kepada penduduk Syam bahwa beliau telah berdiri di atas rakyat Irak untuk
mengetahui ketaatan penduduk Syam terhadap Muawiyah.
Mendengar kabar
itu, Muawiyah naik mimbar masjid dan mengatakan kepada jamaah,
"Sesungguhnya Ali telah berdiri di penduduk Irak untuk kalian. Apa
pendapat kalian?" Para jamaah tidak berkata-kata, hingga seorang ada yang
mengatakan, "Anda yang berpikir, kami yang melaksanakan." Akhirnya,
Muawiyah memerintahkan agar mereka bersiap-siap membentuk pasukan menjadi tiga
bagian.
Setelah itu,
kembalilah utusan menuju Khalifah Ali lalu mengabarkan apa yang terjadi di
Syam. Ali akhirnya naik mimbar dan mengatakan kepada jamaah, "Muawiyah
telah mengumpulkan pasukan untuk memerangi kalian, apa pendapat kalian?"
Semua hadirin terheran dan berbicara satu sama lain. Khalifah Ali akhirnya
turun dari mimbar dengan mengatakan, "la haula wa la quwwata ila
billah (tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan
Allah)".
Setelah pasukan
Syam dan Kufah sampai di wilayah Siffin, kedua pihak mengambil posisi
masing-masing. Utusan keduanya sibuk melakukan perundingan dengan mengharap
pertempuran bisa terhindar.
Dalam Al
Bidayah wa An Nihayah, disebutkan Abu Muslim Al Khaulani beserta beberapa
orang mendatangi Muawiyah dan bertanya, "Apakah engkau melawan Ali?"
Muawiyah menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui
kalau ia (Ali) lebih baik dariku, lebih utama, dan lebih berhak dalam masalah
ini (kekhalifahan) daripada aku."
"Akan
tetapi, bukanlah kalian mengetahui bahwa Utsman terbunuh dengan keadaan terzalimi,
sedangkan saya adalah sepupunya yang berhak meminta keadilan. Katakan kepadanya
agar ia menyerahkan pembunuhnya, maka saya menyerahkan persoalan ini
kepadanya."
Maka peperanganpun tidak dapat terhindarkan lagi dan berlangsung dengan
begitu hebat. Setelah sekian lama peperangan berlangsung, pasukan
Muawiyyah mulai mendekati kekalahan. Yang kira-kira sudah
terhitung 45.000 orang yang gugur, maka Amr bin Ash dari pihak Muawiyyah dengan
aba-abanya melakukan pengangkatan Al-Quran yang ditancapkan pada ujung tombak
mereka. Khalifah Ali, menyadari betul bahwa ini merupakan taktik licik untuk
menghentikan peperangan. Sebab kemenangan sudah semakin terasa akan memihak
Khalifah Ali. Akan tetapi sebagian pasukan Ali ada yang terpengaruh dengan
tindakan Amr bin Ash. Yang pada akhirnya, Khalifah Ali terbujuk oleh perkataan
sebagian dari pasukannya dan mereka memeutuskan untuk melakukan Tahkim.
3.
Pasca
Terjadinya Peperangan
Setelah
Khalifah Ali menerima untuk melakukan Tahkim, maka peperanganpun berakhir.
Dalam Tahkim ini, dari pihak khalifah Ali diutuslah seorang yang terkenal
dengan kejujurannya dan tidak cedik yaitu Abu Musa Al-Asyari. Dan dari pehak
Muawiyyah diwakili oleh Amr Bin Ash yang terkenal dengan kecerdikannya. Dalam
tahkim ini, mereka sepakat untuk menurunkan masing-masing jabatan kepemimpinan.
Abu musa
Al-asyari maju duluan keatas mimbar dan beliau berkata, mulai hari ini sampai
hari yang akan datang saya sebagai utusan dari Khalifah Ali menyatakan untuk
turun dari kursi kepemimpinan. Kemudian naiklah amr bin Ash, sebagai wakil dari
Muawiyyah ia berkata, Saya sebagai wakil dari Muawiyyah menyatakan bahwa dari
detik ini, beliau menyatakan menjadi khalifah pengganti Ali.
Mendengar
keputusan seperti itu, Khalifah Ali merasa ditipu oleh Muawiyyah. Dan para
pendukung ali terbagi menjadi dua. Yaitu kelompok pertama adalah mereka yang
secara terpaksa menerima hasil tahkim dan mereka tetap setia pada Ali Bin Abi
Thalib. Sedangkan kelompok yang kedua, adalah kelompok yang menolak hasil
tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Bin Abi Thalib. Mereka menyatakan
diri keluar dari pendukung Ali bin Abi Thalib yang kemudian melakukan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat
dalam tahkim, termasuk ali bin abi thalib.
Sebagai oposisi
terhadap pemerintahan yang ada, khawarij mengeluarkan beberapa statemen yang
menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang kafir. Khawarij
berpendapat bahwa utsman bin affan telah menyeleweng dari ajaran islam.
Demikian juga ali bin abi thalib telah menyeleweng dari ajaran islam karena
telah melakukan tahkim. Dalam pandangan Khawarij Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thlalib adalah termasuk orang murtad dan telah kafir. Tidak hanya kedua
khalifah diatas yang disebut kafir, Muawiyyah, Amr Bin Ash, Abu Musa Al-Asyari
dan semua orang yang menerima tahkim.
Dalam
mengeluarkan statamen politiknya, nampaknya khawarij sudah tidak berada dalam
jalur politik, tetapi berada dalam wilayah atau jalur teologi atau kalam yang
merupakan pondasi bagi keberagamaan seseorang.
C.
PERANG NAHRAWAN
(658)
1.
Latar Belakang
Terjadinya Peperangan Peperangan
Sebab sebab
yang menjadikan terjadinya perang ini, sangat erat sekali kaitannya dengan
proses penerimaan serta hasil dari pada tahkim. Yaitu, khalifah ali menerima
negosiasi dari Muawiyyah melalui pelantara Amr Bin Ash. Kemudian, setelah
diterimanya negosiasi tersebut, dari kedua belah pihak mengirim utusan untuk
menjadi wakilnya. Dari pihak Khalifah Ali, dikirimlah seorang yang terkenal
dengan kejujurannya yaitu, Abu Musa Al-Asyari. Dan dari pihak Muawiyyah diutus
seorang yang terkenal dengan kecerdikannya, yaitu Amr Bin Ash. Hasil akhir dari
pada tahkim ini, adalah berbuah kekecewaan yang sangat menyakitkan. Sebagai
respon dari hasil tahkim ini, para pendukung Ali terbagi menjadi dua kelompok.
Yang pertama kelompok yang masih pro dan sangat setia terhadap Ali, dan
kelompok yang kedua, adalah kelompok yang kontra dan berbalik untuk menyerang Khalifah
Ali yang kemudian mereka disebut dengan Khawarij.
2.
Terjadinya
Peperangan
Mereka maju menyerbu ke arah pasukan Ali. Ali
memerintahkan pasukan berkuda untuk maju ke depan, lalu memerintahkan agar
pasukan pemanah mengambil tempat di belakang pasukan berkuda. Kemudian
menempatkan pasukan infanteri di belakang pasukan berkuda. Beliau berkata
kepada pasukan, “Tahanlah, hingga merekalah yang memulainya!” Pasukan Khawarij
maju seraya meneriakkan kata-kata, “Tidak ada hukum melainkan milik Allah
SWT., marilah bersegera menuju surga!” Mereka menyerang pasukan berkuda yang
dimajukan oleh Ali. Mereka membelah pasukan berkuda hingga sebagian dari
pasukan berkuda menyingkir ke kanan dan sebagian lagi menyingkir ke kiri. Lalu
mereka disambut oleh pasukan pemanah dengan panah-panah mereka.
Pasukan pemanah memanahi wajah-wajah mereka
kemudian pasukan berkuda mengurung mereka dari kanan dan dari kiri. Lalu
pasukan infanteri menyerbu mereka dengan tombak dan pedang. Mereka menghabisi
pasukan Khawarij sehingga korban yang gugur terinjak-injak oleh kaki
kuda. Turut tewas pula pada peperangan itu pemimpin mereka, Abdullah bin Wahab,
Hurqush bin Zuhair, Syuraih bin Aufa dan Abdullah bin Syajarah as-Sulami.
Sementara dari pasukan Ali hanya terbunuh tujuh orangsaja.
3.
Pasca Peperangan
Ali berjalan di antara korban-korban yang tewas
sembari berkata, “Celakalah kalian, kalian telah dibinasakan oleh yang menipu
kalian!” Orang-orang berkata, “Wahai Amirul Mulamnin, siapakah yang telah
menipu mereka?” Ali menjawab, “Setan dan jiwa yang selalu menyuruh berbuat
jahat. Mereka telah ditipu oleh angan-angan dan terlihat indah oleh mereka
perbuatan maksiat dan membisiki mereka seolah mereka telah menang!” Kemudian
Ali memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang yang terluka dari mereka,
ternyata jumlahnya empat ratus orang. Ali menyerahkan mereka kepada
kabilah-kabilah mereka untuk diobati.
Lalu membagikan senjata dan barang yang
dirampas kepada mereka. Al-Haitsam bin Adi berkata, “Ali tidak membagi-bagikan
harta rampasan perang yang dirampas dari kaum Khawarij pada peperangan
Nahrawan. Namun beliau mengembalikan seluruhnya kepada keluarga-keluarga
mereka. Sampai-sampai sebuah periuk beliau menolaknya dan mengembalikan kepada
keluarga si empunya.
Al-Haitsam bin Adi berkata, “Ismail bin Abi
Khalid telah menyampaikan kepada kami dari Hakim bin Jabir, ia berkata, ‘Ali
ditanya tentang pasukan Khawarij dalam perang Nahrawan, apakah mereka
termasuk kaum musyrikin?’ Ali menjawab, ‘Justru mereka menghindar dari
kemusyrikan.’ Ada lagi yang bertanya, ‘Apakah mereka termasuk kaum munafikin?’
Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya kaum munafikin tidak mengingat Allah SWT.
kecuali sedikit’ Kemudian ada yang bertanya, ‘Lalu bagaimanakah kedudukan
mereka wahai Amirul Mukminin?’ Ali menjawab, ‘Mereka adalah saudara-saudara
kita yang membangkang terhadap kita. Kita memerangi mereka karena pembangkangan
mereka itu’.”
BAB 3
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah mengamati
beberapa peristiwa yang sangat memilukan bagi umat islam diatas, ini merupakan
sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Sebab, persaingan untuk
memperebutkan tahta keduniaan itu tidak sedikit yang berujung dengan
pertumpahan darah walaupun dengan saudara sendiri. Sebagaimana dalam sebuah
hadis dikatakan:
حب الدنيا رﺃس كل خطيئة
“Cinta pada
dunia merupakan pokoknya kesalahan.”
Maka
seyogyanya kita sebagai orang yang mendapatkan petunjuk, hendaknya jangan
terlalu memetingkan perkara dunia.
Kemudian disamping poin diatas, hendaknya kita dapat mengendalikan diri
dari hal-hal yang dapat membuat kita marah. Walaupun hal itu erat kaitannya
dengan kejadian yang menimpa keluarga kita. Yang terakhir, seyogyanya bagi
kita untuk memanfaatkan kepercayaan dari
seseorang sekecil apapun itu.
B. SARAN
Sebagaimana dalam sebuah hadis dikatakan,
yang berbunyi:
الانسان محل الخطاء والنسيان
Artinya:”
manusia adalah tempatnya kesalahan dan lupa.”
Sebagaimana hadis diatas, besar harapan kami kepada pembaca untuk menyumbangkan pikirannya berupa kritik dan
saran yang membangun untuk dijadikan sebuah instrospeksi pada masa yang akan
datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar