KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Judul makalah yang kami bahas adalah “Geo
Strategis”.
Tujuan menyusuun makalah ini yaitu untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah pancasila.
Selama proses penyusunan makalah, kami
menemukan berbagai kesulitan. Tetapi karena banyak pihak yang membantu, maka kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1) Ibu Gini
Gaussian,S.E,M.Si selaku dosen mata kuliah pancasila yang telah mendukung
makalah ini.
2) Rekan-rekan yang
telah memberikan sumbangan pikiran untuk penyusun makalah ini.
3)
Rekan-rekan lain
yang telah mendukung penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu,kami memohon maaf serta mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Geostrategis adalah suatu strategi
dalam memanfaatkan kondisi geografis negara dalam menentukan kebijakan, tujuan,
dan sarana umum untuk mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional.Dalam
istilah lain, geostrategi disamakan dengan ketahanan nasonal, yaitu kondisi
kehidupan nasional yang harus diwujudkan. Sedangkan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia
dari berbagai aspek, disamping aspek-aspek geografi juga dari Aspek
demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam. Dan contoh
geostrategis di indonesia yaitu tentang timor timur yang melepaskan diri dari
negara indonesia. Dari
uraian singkat diatas , maka kami akan membahas mengenai“ timor timur dan
sejarahnya yang termasuk kedalam ranah geostrategis di indonesia” sebagai judul
makalah kami.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :
1. bagaimana letak geografis timor timur?
2.apa saja masalah timor timur?
3.bagaimana integrasi timor timur tahun
1976?
4. bagaimana sejarah lepasnya timor timur?
C. Tujuan
1. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan yang kami harapkan diantaranya
yaitu :
a.mengetahui letak geografis timor timur.
b.mengetahui dan memahami maslah timor
timur.
c.mengetahui dan memahami integrasi timor
timur tahun 1976.
d.mengetahui sejarah timor timur.
2. Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah pancasila.
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami tentan
geo strategis yang terjadi di indonesia yaitu tentang seputar timor timur.
2.Dapat menulis makalah yang baik dan
benar.
E. Metode
Metode yang kami gunakan dalam menyusun
makalah ini yaitu dengan cara kepustakaan dan deskriptif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Timor Timur
Secara geografis, wilayah Timor Timur terletak di ujung timur dari jajaran
Kepulauan Nusa Tenggara, atau bagian timur Pulau Timor, membentang antara : 123o25'
- 127o19' Bujur Timur dan 8o17' - 10o22'
Lintang Selatan.luas keseluruhan wilayah Timor Timur ± 14.609,38 Km2
, (± 0,76 % dari luas Indonesia, atau 30 % dari luas Pulau Jawa) yang meliputi
: Wilayah daratan seluas 13.670,00 Km2 Wilayah Ambeno seluas
787,50 Km2 Pulau Atauro seluas 140,62 Km2
Pulau Jaco seluas 11,25 Km2 Timor Timur mempunyai batas
wilayah sebagai berikut : Sebelah utara berbatas dengan : Selat Wetar dan Selat
Ombai Sebelah timur berbatas dengan : Laut Arafuru dan Kepulauan Maluku
Tenggara Sebelah selatan berbatas dengan : Laut Timor Sebelah barat berbatas
dengan : Propinsi NTT dan Selat Ombai.
B.
Masalah timor timur
Peristiwa-peristiwa sekitar integrasi Timor Timur dengan Indonesia pada
tahun 1976 juga ikut memegang peranan dalam hubungan Australia-Indonesia.
Sesudah Portugis meninggalkan bekas daerah jajahannya tersebut di tahun 1975,
Angkatan bersenjata Indonesia memasuki Timor Timur pada bulan Desember 1975 dan
kawasan ini menjadi satu dengan Republik Indonesia di tahun 1976. Hal ini
menyebabkan perdebatan di Australia. Di samping itu, kematian lima wartawan
Australia di Timor Timur di tahun 1975 telah menjadi perhatian masyarakat
Australia dan media. Namun pada akhirnya Australia mengakui kedaulatan
Indonesia atas Timor Timur secara de jure tahun 1979. Namun dinamika politik
dalam negeri Indonesia telah berubah secara dramatis dengan jatuhnya
Pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Pada tanggal 30 Agustus 1999, melalui
jajak pendapat, rakyat Timor Timur memilih merdeka (78.5%). Pengumuman hasil
pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang meluas oleh unsur-unsur
pro-integrasi. Australia kemudian diminta oleh PBB untuk memimpin kekuatan
internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor (disingkat
INTERFET) dalam menjalankan tugasnya untuk mengembalikan perdamaian dan
keamanan di kawasan tersebut. Pada tanggal 20 Oktober, Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) mencabut keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia.
C.
Integrasi Timor Timur 1976
Pada
tahun 1975, ketika terjadi revolusi bunga
di Portugal dan Gubernur terakhir Portugal di Timor Leste, Lemos Pires, tidak mendapatkan jawaban
dari Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Leste
yang sedang terjadi perang saudara, maka Lemos Pires memerintahkan untuk menarik
tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Leste untuk mengevakuasi ke
Pulau Kambing atau dikenal dengan Pulau Atauro. Setelah itu, fretlin menurunkan
bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor
Leste sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28
November 1975. Menurut suatu laporan resmi dari PBB, selama berkuasa
selama 3 bulan ketika terjadi kevakuman pemerintahan di Timor Leste antara
bulan September, Oktober dan November, Fretilin melakukan pembantaian terhadap
sekitar 60.000 penduduk sipil (sebagian besarnya wanita dan anak2 karena para
suami mereka adalah pendukung faksi integrasi dengan Indonesia). Berdasarkan
itulah, kelompok pro-integrasi kemudian mendeklarasikan integrasi dengan
Indonesia pada 30 November 1975 dan kemudian meminta dukungan Indonesia untuk
mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan FRETILIN yang berhaluan Komunis.
Tiga
Kuburan Masal sebagai bukti pembantaian FRETILIN terhadap pendukung integrasi
terdapat di Kabupaten Aileu (bagian tengah Timor Leste), masing-masing terletak
di daerah Saboria, Manutane dan Aisirimoun. Ketika pasukan Indonesia mendarat
di Timor Leste pada tanggal 7 Desember 1975, FRETILIN memaksa ribuan rakyat
untuk mengungsi ke daerah pegunungan untuk dijadikan tameng hidup atau perisai
hidup (human shields) untuk melawan tentara Indonesia. Lebih dari 200.000 orang
dari penduduk ini kemudian mati di hutan karena penyakit dan kelaparan. Selain
terjadinya korban penduduk sipil di hutan, terjadi juga pembantaian oleh
kelompok radikal FRETILIN di hutan terhadap kelompok yang lebih moderat.
Sehingga banyak juga tokoh-tokoh FRETILIN yang dibunuh oleh sesama FRETILIN
selama di Hutan. Semua cerita ini dikisahkan kembali oleh orang-orang seperti Francisco Xavier do Amaral, Presiden
Pertama Timor Leste yang mendeklarasikan kemerdekaan Timor Leste pada tahun
1975. Seandainya Jenderal Wiranto (pada waktu itu Letnan) tidak menyelamatkan
Xavier di lubang tempat dia dipenjarakan oleh FRETILIN di hutan, maka mungkin
Xavier tidak bisa lagi jadi Ketua Partai ASDT di Timor Leste sekarang.
Selain
Xavier, ada juga komandan sektor FRETILIN bernama Aquiles yang dinyatakan
hilang di hutan (kemungkinan besar dibunuh oleh kelompok radikal FRETILIN).
Istri komandan Aquilis sekarang ada di Baucau dan masih terus menanyakan kepada
para komandan FRETILIN lain yang memegang kendali di sektor Timur pada waktu
itu tentang keberadaan suaminya. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok
pro-kemerdekaan terhadap tentara Indonesia tentang keberadaan komandan Konis
Santana dan Mauhudu yang dinyatakan hilang di tangan tentara Indonesia. Selama
perang saudara di Timor Leste dalam kurun waktu 3 bulan (September-November
1975) dan selama pendudukan Indonesia selama 24 tahun (1975-1999), lebih dari
200.000 orang dinyatakan meninggal (60.000 orang secara resmi mati di tangan
FRETILN menurut laporan resmi PBB). Selebihnya tidak diksetahui apakah semuanya mati kelaparan atau
mati di tangan tentara Indonesia. Hasil CAVR menyatakan 183.000 mati di tangan
tentara Indonesia karena keracunan bahan kimia (tidak dirinci bagaimana
caranya), namun sejarah akan menentukan kebenaran ini, karena keluarga yang
sanak saudaranya meninggal di hutan tidak bisa tinggal diam dan kebenaran akan
terungkap apakah benar tentara Indonesia yang membunuh sejumlah jiwa ini
ataukah sebaliknya. Situasi aktual di Timor Leste akhir-akhir ini adalah
cerminan ketidak puasan rakyat bahwa rakyat tidak bisa hidup hanya dari
propaganda tapi dari roti dan air. Rakyat tidak bisa hidup dari “makan batu”
sebagaimana dipropagandakan FRETILIN selama kampanye Jajak Pendapat tahun 1999
“Lebih baik makan batu tapi merdeka, dari pada makan nasi tapi dengan todongan
senjata”. Kenyataan membuktikan bahwa “batu tidak bisa dimakan”, dan rakyat
perlu makanan yang layak dimakan manusia.
D. Sejarah lepasnya timor timur
Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat Timor Timur tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah dengan NKRI diumumkan. Dan akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari NKRI. Sejak itulah, isu disentegrasi bangsa menjadi suatu persoalan yang tidak bisa dinomorduakan sebab bukan tidak mungkin muncul “kecemburuan” dari daerah lain yang merasa dirinya kaya dan mampu mengurus daerahnya sendiri memilih memisahkan diri juga dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Untunglah, kekhawatiran itu tidak terjadi pasca Timor Timur menyatakan sikap untuk membuat negara sendiri yang kini bernama Timor Leste. Meskipun demikian, ancaman-ancaman untuk merobohkan bangunan NKRI selalu saja terbit ketika bangsa ini lemah dan lengah. Namun, siapakah pelaku yang mencoba merobohkan kebhinekaan Indonesia? Kalau boleh jujur, ini adalah lagu lama. Permusuhan dan permainan negara-negara yang merasa dirinya digdaya antara AS yang berkiblat pada ideologi liberalis dan negara-negara yang beraliran komunis.
Ada benarnya, apa yang ditulis oleh wartawan Batam Pos pada Selasa (28/8), Bung Abdul Latif dalam tulisannya di kolom opini, “DCA, Ancam Integritas Bangsa” bahwasanya ada intervensi atau campur tangan AS (Amerika Serikat) dalam perjanjian DCA antara Indonesia dan Singapura. Kekhawatiran ini, menurut hemat penulis bukanlah sesuatu hal yang mengada-ada, tetapi perlu dicermati bersama format seperti apa yang kita butuhkan untuk menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa. Oleh sebab itu, ada baiknya kita belajar banyak dari sikap Timor Timur mengapa masyarakat di sana lebih memilih berpisah daripada bergabung dan menerima otonomi khusus dari pemerintah RI.Bergabungnya Timor Timur sebagai propinsi ke-27 di masa pemerintahan Presiden Soeharto merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan dunia global umumnya dan khususnya bagi Indonesia. Bagaimana tidak, propinsi yang pernah dirasuki dan dikuasai Portugis itu, sekarang telah mengingkari ‘janji’-nya sendiri. Sebuah kesepakatan untuk setia kepada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, dibalik bergabungnya Timor Timur itu masih menyimpan teka-teki.yang mungkin tak terlalu sulit untuk dijawab. Mengapa negara lain khususnya Amerika Serikat mendukung pada saat disahkan RUU tentang integrasi Timor Timur ke wilayah Republik Indonesia. Ada apa, toh Amerika sebagai negara yang mengaku dirinya adalah negara super power atau adi daya tidak memperoleh keuntungan materi dari disahkannya RUU itu menjadi UU. Aneh tapi nyata, segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi Indonesia selalu dibantu oleh negara penganut paham liberal tersebut. Khususnya tentang loby pihak Amerika kepada negara-negara lain untuk mengakui bahwa Timor Timur telah resmi bergabung dengan Indonesia.
Negara-negara lain biasanya mengamini saja kalau Amerika yang mempunyai kemauan.
Tepat pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB hasil jajak pendapat masyarakat Timor Timur tentang pilihan untuk menerima otonomi khusus atau berpisah dengan NKRI diumumkan. Dan akhirnya, 78,5 persen penduduk menolak otonomi khusus dan memilih untuk memisahkan diri dari NKRI. Sejak itulah, isu disentegrasi bangsa menjadi suatu persoalan yang tidak bisa dinomorduakan sebab bukan tidak mungkin muncul “kecemburuan” dari daerah lain yang merasa dirinya kaya dan mampu mengurus daerahnya sendiri memilih memisahkan diri juga dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Untunglah, kekhawatiran itu tidak terjadi pasca Timor Timur menyatakan sikap untuk membuat negara sendiri yang kini bernama Timor Leste. Meskipun demikian, ancaman-ancaman untuk merobohkan bangunan NKRI selalu saja terbit ketika bangsa ini lemah dan lengah. Namun, siapakah pelaku yang mencoba merobohkan kebhinekaan Indonesia? Kalau boleh jujur, ini adalah lagu lama. Permusuhan dan permainan negara-negara yang merasa dirinya digdaya antara AS yang berkiblat pada ideologi liberalis dan negara-negara yang beraliran komunis.
Ada benarnya, apa yang ditulis oleh wartawan Batam Pos pada Selasa (28/8), Bung Abdul Latif dalam tulisannya di kolom opini, “DCA, Ancam Integritas Bangsa” bahwasanya ada intervensi atau campur tangan AS (Amerika Serikat) dalam perjanjian DCA antara Indonesia dan Singapura. Kekhawatiran ini, menurut hemat penulis bukanlah sesuatu hal yang mengada-ada, tetapi perlu dicermati bersama format seperti apa yang kita butuhkan untuk menjaga stabilitas dan keutuhan bangsa. Oleh sebab itu, ada baiknya kita belajar banyak dari sikap Timor Timur mengapa masyarakat di sana lebih memilih berpisah daripada bergabung dan menerima otonomi khusus dari pemerintah RI.Bergabungnya Timor Timur sebagai propinsi ke-27 di masa pemerintahan Presiden Soeharto merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan dunia global umumnya dan khususnya bagi Indonesia. Bagaimana tidak, propinsi yang pernah dirasuki dan dikuasai Portugis itu, sekarang telah mengingkari ‘janji’-nya sendiri. Sebuah kesepakatan untuk setia kepada wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, dibalik bergabungnya Timor Timur itu masih menyimpan teka-teki.yang mungkin tak terlalu sulit untuk dijawab. Mengapa negara lain khususnya Amerika Serikat mendukung pada saat disahkan RUU tentang integrasi Timor Timur ke wilayah Republik Indonesia. Ada apa, toh Amerika sebagai negara yang mengaku dirinya adalah negara super power atau adi daya tidak memperoleh keuntungan materi dari disahkannya RUU itu menjadi UU. Aneh tapi nyata, segala kesulitan-kesulitan yang dihadapi Indonesia selalu dibantu oleh negara penganut paham liberal tersebut. Khususnya tentang loby pihak Amerika kepada negara-negara lain untuk mengakui bahwa Timor Timur telah resmi bergabung dengan Indonesia.
Negara-negara lain biasanya mengamini saja kalau Amerika yang mempunyai kemauan.
Akan tetapi, itu semua
belum dapat menjawab teka-teki yang penulis katakan tak sulit untuk dijawab
tadi. Inti dari “belas kasih” negeri yang sekarang dipimpin George W. Bush ini
merupakan umpan empuk yang dipergunakan untuk memberangus paham atau ideologi komunis.Kalau Timor Leste saat itu
tidak bergabung, maka Amerika tentu akan merasa sulit untuk menyuntikkan
paham-paham liberalnya, karena saat itu paham komunis terlebih dahulu masuk
daripada paham yang mereka anut. Sementara, komunis bagi mereka adalah faktor
penghambat sekaligus penghalang bagi mereka untuk menguasai dunia, sehingga
membuat mereka menyusun kekuatan dengan pemerintah Indonesia pada saat itu
untuk memberangus komunis di Timor Timur.Bantuan setengah hati dari Amerika itu
membuat Indonesia terbuai. Ketika paham komunis telah berhasil mereka tumpas,
maka mereka mulai lepas tangan. Sehingga, pemerintah Indonesia terhanyut dalam
kegamangan dan kekayaan propinsi-propinsi yang berpotensi besar menyumbangkan
“upetinya” ke pemerintahan pusat. Selanjutnya, Timor Timur menjadi ‘anak
adopsi’ yang tak terurus. Mereka hanya diberikan ‘uang jajan’ selebihnya dibiarkan.
Timor Timur Upaya Amerika Memberangus Komunis Memang secara fisik Amerika tidak sedikit pun mempengaruhi apalagi menjajah Timor Timur untuk digali hasil kekayaannya secara materi, tetapi intervensi yang mereka lakukan hanyalah semata-mata untuk menolong dan mendukung Timor Timur, sehingga mereka mencari teman terdekat untuk diajak kerjasama yaitu Indonesia. Perbuatan yang kelihatannya terpuji menyimpan maksud terselubung yaitu terciumnya bau komunis di wilayah itu. Jadi, dengan bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia, Amerika berharap, ideologi itu dapat diberangus guna mempermudah dan memuluskan paham modernisasi.Sebagaimana yang ditulis Andi Yusran (1999: 128) bahwasanya masalah Timor Timur sebenarnya tidak melulu masalah politik, melainkan juga adalah persoalan hukum, persoalan yang selalu mengedepan saat ini dan sebelumnya adalah tidak adanya kepastian hukum bagi status Timor Timur. sejarah mencatat bahwa sejak awal integrasi (1975), integrasi tersebut tidak mendapat pengakuan dari PBB, namun demikian negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Australia, justru lebih awal memberikan dukungan, bahkan sejarah juga menunjukkan kalau AS “terlibat” dalam proses tersebut.
Masih menurutnya, dukungan negara-negara barat atas integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI itu bernuansa politik strategis, yakni usaha membendung pelebaran sayap komunisme, karena Fretelin yang sebelumnya telah memproklamirkan kemerdekaan atas Timor Timur secara sepihak (Nov 1974), dianggap beraliran Marxis. Dalam konteks ini, maka wajar jika Indonesia merasa telah di atas angin, karena telah mendapat dukungan AS dan negara Barat lainnya, konsekuensi dari semua itu Indonesia menjadi lengah (setengah hati?) tidak memperjuangkan status hukum atas Timor Timur, padahal sekiranya Indonesia mengangkat isu keabsahan Timor Timur di forum PBB minimal sebelum perang dingin berakhir (1989), besar kemungkinan AS beserta sekutu baratnya akan menjadi negara pertama yang mengakui integrasi tersebut.Bermula dari perang saudara di Timor Timur, Fretelin golongam yang beraliran Marxis mendapat bantuan persenjataan. Bantuan persenjataan yang berasal dari Portugis menjadikan mereka kelompok yang berkuasa khususnya di daerah Dili. Pada 28 November 1975 secara sepihak Fretelin memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor Timur dengan Xavier do Amaral sebagai presidennya, Ramos Horta sebagai menteri luar negeri dan Nicola Lobato sebagai perdana menteri.
Namun, proklamasi ini tidak mendapat dukungan dari masyarakat Timor Timur sendiri. Demi mewujudkan impiannya, Fretelin kemudian melakukan tindakan pembersihan terhadap lawan-lawan politiknya untuk menguasai wilayah Timor Timur sehingga terjadilah perang saudara. Fretelin sebagai partai beraliran komunis terpaksa menghadapi empat partai lain yang juga menguasai wilayah Timor Timur. Empat partai (UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista) yang menggabungkan kekuatan itu, melakukan proklamasi tandingan yang dikenal sebagai Proklamasi Balibo pada 30 November 1975 yang menyatakan diri bergabung dengan Indonesia pada 7 Desember 1975.
Selanjutnya, pasukan Indonesia membantu keempat partai tersebut untuk melumpuhkan kekuatan Fretelin. Pernyataan integrasi masyarakat Timor Timur ke Indonesia di Balibo diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang (NTT) pada 12 Desember 1975. Melalui pengulangan proklamasi terebut, maka para pendukungnya sepakat membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT) pada 17 Desember 1975 yang beribukota di Dili dan dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo sebagai ketua dan wakilnya Francisco Xavier Lopez da Cruz serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai oleh Guilherme Maria Gonsalvez dengan wakilnya Gaspocorria Silva Nones.Pada 31 Desember 31 Mei 1976 saat sidang DPR tentang masalah Timor Timur dikeluarkan petisi yang mendesak pemerintah RI untuk secepatnya menerima dan mengesahkan integrasi Timor Timur ke dalam negara kesatuan RI tanpa referendum. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI diajukan secara resmi pada 29 Juni 1976. Dan seterusnya, pemerintah mengajukan RUU integrasi Timor Timur ke wilayah RI kepada DPR RI.
DPR melalui sidang plenonya menyetujui RUU tersebut menjadi UU Nomor. 7 Tahun 1976 pada 17 Juli 1976 dan ketentuan ini semakin kuat setelah MPR menetapkan TAP MPR No. VI / MPR/ 1978. Walhasil, Timor Timur menjadi Propinsi Indonesia yang ke-27. Dan propinsi yang baru lahir tersebut memiliki 13 kabupaten yang terdiri dari beberapa kecamatan. Ketigabelas kabupaten itu adalah Dili, Baucau, Monatuto, Lautem, Viqueque, Ainaro, Manufani, Kovalima, Ambeno, Bobonaru, Liquisa, Ermera dan Aileu. Arnaldo dos Reis Araujo dan Franxisco Xavier Lopez da Cruz diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi gubernur dan wakil gubernur yang selanjutnya dilantik oleh Amir Machmud sebagai Menteri Dalam Negeri pada 3 Agustus 1976.Persoalan Belum Selesai Bergabungnya Timor Timur ke wilayah Indonesia bukan berarti persoalan Timor Timur selesai begitu saja. Sementara, bagi pemerintah RI Timor Timur telah sah bergabung wilayah Indonesia dan menganggap ancaman disintegrasi kecil kemungkinan untuk terjadi. Kelompok-kelompok penekan yang menentang integrasi memang tak dapat tumbuh dan berkembang di masa itu, tetapi mereka terus bergerilya menyusun rencana dan mencari moment yang tepat untuk bergerak meneruskan perjuangan mereka untuk lepas dari wilayah Republik Indonesia.
Timor Timur Upaya Amerika Memberangus Komunis Memang secara fisik Amerika tidak sedikit pun mempengaruhi apalagi menjajah Timor Timur untuk digali hasil kekayaannya secara materi, tetapi intervensi yang mereka lakukan hanyalah semata-mata untuk menolong dan mendukung Timor Timur, sehingga mereka mencari teman terdekat untuk diajak kerjasama yaitu Indonesia. Perbuatan yang kelihatannya terpuji menyimpan maksud terselubung yaitu terciumnya bau komunis di wilayah itu. Jadi, dengan bergabungnya Timor Timur dengan Indonesia, Amerika berharap, ideologi itu dapat diberangus guna mempermudah dan memuluskan paham modernisasi.Sebagaimana yang ditulis Andi Yusran (1999: 128) bahwasanya masalah Timor Timur sebenarnya tidak melulu masalah politik, melainkan juga adalah persoalan hukum, persoalan yang selalu mengedepan saat ini dan sebelumnya adalah tidak adanya kepastian hukum bagi status Timor Timur. sejarah mencatat bahwa sejak awal integrasi (1975), integrasi tersebut tidak mendapat pengakuan dari PBB, namun demikian negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Australia, justru lebih awal memberikan dukungan, bahkan sejarah juga menunjukkan kalau AS “terlibat” dalam proses tersebut.
Masih menurutnya, dukungan negara-negara barat atas integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI itu bernuansa politik strategis, yakni usaha membendung pelebaran sayap komunisme, karena Fretelin yang sebelumnya telah memproklamirkan kemerdekaan atas Timor Timur secara sepihak (Nov 1974), dianggap beraliran Marxis. Dalam konteks ini, maka wajar jika Indonesia merasa telah di atas angin, karena telah mendapat dukungan AS dan negara Barat lainnya, konsekuensi dari semua itu Indonesia menjadi lengah (setengah hati?) tidak memperjuangkan status hukum atas Timor Timur, padahal sekiranya Indonesia mengangkat isu keabsahan Timor Timur di forum PBB minimal sebelum perang dingin berakhir (1989), besar kemungkinan AS beserta sekutu baratnya akan menjadi negara pertama yang mengakui integrasi tersebut.Bermula dari perang saudara di Timor Timur, Fretelin golongam yang beraliran Marxis mendapat bantuan persenjataan. Bantuan persenjataan yang berasal dari Portugis menjadikan mereka kelompok yang berkuasa khususnya di daerah Dili. Pada 28 November 1975 secara sepihak Fretelin memproklamasikan berdirinya Republik Demokrasi Timor Timur dengan Xavier do Amaral sebagai presidennya, Ramos Horta sebagai menteri luar negeri dan Nicola Lobato sebagai perdana menteri.
Namun, proklamasi ini tidak mendapat dukungan dari masyarakat Timor Timur sendiri. Demi mewujudkan impiannya, Fretelin kemudian melakukan tindakan pembersihan terhadap lawan-lawan politiknya untuk menguasai wilayah Timor Timur sehingga terjadilah perang saudara. Fretelin sebagai partai beraliran komunis terpaksa menghadapi empat partai lain yang juga menguasai wilayah Timor Timur. Empat partai (UDT, Apodeti, KOTA dan Trabalista) yang menggabungkan kekuatan itu, melakukan proklamasi tandingan yang dikenal sebagai Proklamasi Balibo pada 30 November 1975 yang menyatakan diri bergabung dengan Indonesia pada 7 Desember 1975.
Selanjutnya, pasukan Indonesia membantu keempat partai tersebut untuk melumpuhkan kekuatan Fretelin. Pernyataan integrasi masyarakat Timor Timur ke Indonesia di Balibo diulang kembali oleh para pendukungnya di Kupang (NTT) pada 12 Desember 1975. Melalui pengulangan proklamasi terebut, maka para pendukungnya sepakat membentuk Pemerintahan Sementara Timor Timur (PSTT) pada 17 Desember 1975 yang beribukota di Dili dan dipimpin oleh Arnaldo dos Reis Araujo sebagai ketua dan wakilnya Francisco Xavier Lopez da Cruz serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diketuai oleh Guilherme Maria Gonsalvez dengan wakilnya Gaspocorria Silva Nones.Pada 31 Desember 31 Mei 1976 saat sidang DPR tentang masalah Timor Timur dikeluarkan petisi yang mendesak pemerintah RI untuk secepatnya menerima dan mengesahkan integrasi Timor Timur ke dalam negara kesatuan RI tanpa referendum. Integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI diajukan secara resmi pada 29 Juni 1976. Dan seterusnya, pemerintah mengajukan RUU integrasi Timor Timur ke wilayah RI kepada DPR RI.
DPR melalui sidang plenonya menyetujui RUU tersebut menjadi UU Nomor. 7 Tahun 1976 pada 17 Juli 1976 dan ketentuan ini semakin kuat setelah MPR menetapkan TAP MPR No. VI / MPR/ 1978. Walhasil, Timor Timur menjadi Propinsi Indonesia yang ke-27. Dan propinsi yang baru lahir tersebut memiliki 13 kabupaten yang terdiri dari beberapa kecamatan. Ketigabelas kabupaten itu adalah Dili, Baucau, Monatuto, Lautem, Viqueque, Ainaro, Manufani, Kovalima, Ambeno, Bobonaru, Liquisa, Ermera dan Aileu. Arnaldo dos Reis Araujo dan Franxisco Xavier Lopez da Cruz diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi gubernur dan wakil gubernur yang selanjutnya dilantik oleh Amir Machmud sebagai Menteri Dalam Negeri pada 3 Agustus 1976.Persoalan Belum Selesai Bergabungnya Timor Timur ke wilayah Indonesia bukan berarti persoalan Timor Timur selesai begitu saja. Sementara, bagi pemerintah RI Timor Timur telah sah bergabung wilayah Indonesia dan menganggap ancaman disintegrasi kecil kemungkinan untuk terjadi. Kelompok-kelompok penekan yang menentang integrasi memang tak dapat tumbuh dan berkembang di masa itu, tetapi mereka terus bergerilya menyusun rencana dan mencari moment yang tepat untuk bergerak meneruskan perjuangan mereka untuk lepas dari wilayah Republik Indonesia.
Memang tokoh-tokoh sentral yang mengingkari pengintegrasian tersebut seperti Alexander Kay Rala alias Xanana Gusmao telah ditahan oleh pihak-pihak yang berwenang di lingkungan pengamanan pada Era Orde Baru. Dan itu tak lepas dari peran Presiden Soeharto yang jeli melihat aksi-aksi kritis yang mencoba memecah belah persatuan.Di dunia internasional, Portugal yang memasuki wilayah Timor Timur pertama kali mempersoalkan propinsi yang berlambang dasar perisai berbentuk persegi lima tersebut. Indonesia menganggap ini bukan sesuatu yang membahayakan dan menganggap hal ini biasa-biasa saja karena memandang masalah Timor Timur sudah selesai dan Timor Timur telah mereka anggap sebagai anak kandung yang paling bungsu. Selalu dimanja dan dipuja-puja. Pemerintah telah memberikan bantuan dana bagi daerah ini sebesar 92 persen untuk tahun 1998.
Meskipun demikian, Dewan Keamanan PBB, terus mengobok-obok bergabungnya Timor Timur ke wilayah Indonesia dan mereka belum mengakui integrasi Timor Timur ke dalam wilayah RI. Seperti yang ditulis Nico Thamien R (2003: 46) dalam bukunya yang berjudul.“Sejarah untuk Kelas Tiga SMU”, “Posisi Indonesia semakin sulit ketika terjadi peristiwa Santa Cruz pada bulan November 1991 yang menimbulkan korban jiwa. Peristiwa ini memperkeras kritik dunia internasional dan lembaga-lembaga non pemerintah terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, bukan berarti pemerintahan Indoenesia lepas tangan begitu saja. Sejak tahun 1980 sebenarnya mereka telah mencium bau yang tak sedap ini dan sering melakukan pembicaraan rutin dengan Portugal, tetapi pembicaraan itu tak mencapai titik temu.” Hingga pemerintahan Soeharto mengundurkan diri dari tampuk kekuasaan. Angin disentegrasi yang semula sepoi-sepoi berhembus, sekarang hembusannya semakin kencang. Apalagi bos CNRRT (Conselho Nacional de Resistencia Timorese) yang merupakan tempat oposisi Fretelin bergabung setelah disudutkan, Xanana Goemao telah dilepaskan. Rencana apik yang telah dia susun di dalam kerangkeng semakin mudah dia lakukan bersama konco-konconya.
B. J Habibie yang menggantikan mantan presiden
Soeharto mau tidak mau turut tertimpa masalah dan beragam krisis termasuk
krisis disentegari di Timor Timur yang merupakan warisan orang yang mengajarkan
sekaligus mendiktenya untuk berpolitik itu. Habibie yang terkesan tidak tegas,
plin-plan dalam mengambil keputusan merupakan faktor keberuntungan yang
dimiliki oleh Xanana Goesmao untuk mengacaubalaukan rasa nasionalime rakyat Timor Timur.Xanana Goesmao yang didukung oleh negara
luar seperti Australia dan Portugal semakin menggebu-gebu untuk menyuarakan
kemerdekaan. Akan tetapi, Presiden B.J Habibie berupaya keras untuk menampal
luka lama Partai Fretelin itu. Sayangnya, manusia brilliant asal Indonesia itu
tidak mampu menutup luka secara utuh, hanya ditutup sebagian saja, sebagian lagi dibiarkan terbuka.Dua opsi (pilihan alternatif)
yang dia tawarkan untuk memecahkan masalah Timor Timur yaitu pemberian otonomi
khusus di dalam negara kesatuan RI atau memisahkan diri dari Indonesia.
Portugal dan PBB menyambut baik tawaran ini. Selanjutnya, perundingan Tripartit
di New York pada 5 Mei 1999 antara Indonesia, Portugal dan PBB menghasilkan
kesepakatan tentang pelaksanaan jajak pendapat mengenai status masa depan Timor
Timur atau United Nations Mission in East Timor (UNAMET).Jajak pendapat
diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999 yang diikuti oleh 451.792 orang
pemilih yang dianggap penduduk Timor Timur berdasarkan kriteria yang ditetapkan
UNAMET, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun luar negeri. Hasil jajak
pendapat diumumkan pada 4 September 1999 di Dili dan di PBB. Sejumlah 78,5
persen penduduk menolak dan 21,5 persen menerima otonomi khusus yang
ditawarkan. Dengan mempertimbangkan hal ini maka MPR RI dalam Sidang Umum MPR
pada 1999 mencabut TAP MPR No. VI/1978 dan mengembalikan
Timor Timur seperti pada 1975.
Memperkuat NKRI di mulai dari kisah visi-misi Amerika Serikat untuk memberangus komunis hingga drama bergabungnya Timor Timur, penulis mencoba memetik hikmah dari lepasnya Timor Timur. Dan ada dua item penting yang dapat kita petik yaitu penyelesaian masalah Timor Timur memberikan citra positif Indonesia di forum internasional, terlepas dari citra negatif yang datangnya dari kelompok-kelompok penekan untuk menjatuhkan mantan Presiden Habibie dan Indonesia secara ekonomis diuntungkan, sebagaimana kata Andi Yusran (1999: 127) dalam buku karangannya,.”Reformasi Ekonomi Politik”. Dengan lepasnya Timor Timur setidaknnya membawa keuntungan atau kepentingan strategis bagi Indonesia.
Pertama, secara politik, penyelesaian sesegera mungkin secara bijaksana dan bertanggung jawab atas masalah Timor Timur akan memberikan citra positif bagi Indonesia di forum internasional. Kedua, secara ekonomis Timor Timur bukanlah daerah ‘basah’ penghasil devisa negara, sebaliknya Timor Timur justru telah menjadi beban ekonomi bagi pemerintahan Indonesia, PAD sebesar 8 persen dari APBD setidaknya mengindikasikan posisi geo-ekonomi, Timor Timur tersebut minimal membawa konsekuensi ekonomis atas masalah Timor Timur sendiri.
Satu hal perlu menjadi catatan bagi masyarakat Indonesia untuk mempertangguh keintegrasian Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagian besar suatu anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik dalam mana mereka menjadi warganya dan apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai sturuktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat di atas wilayah negara tersebut. Hal ini seperti yang dikutip Nasikun (1983) dari Liddle. Menurut Soleman B. Taneko, SH dalam bukunya yang berjudul, “Konsepsi Sistem Sosial dan Sistem Sosial”, untuk mendukung hal yang penulis maksud di atas diperlukan lima cara antara lain. Pertama, penciptaan musuh dari luar. Kedua, gaya politik para pemimpin. Ketiga, ciri dari lembaga-lembaga politik seperti birokrasi tentara, parpol dan badan legislatif. Keempat, ideologi nasional dan terakhir kesempatan perluasan ekonomi. Di saat usia Indonesia yang ke-62, semoga bangsa ini tetap utuh dan selalu jaya.
Memperkuat NKRI di mulai dari kisah visi-misi Amerika Serikat untuk memberangus komunis hingga drama bergabungnya Timor Timur, penulis mencoba memetik hikmah dari lepasnya Timor Timur. Dan ada dua item penting yang dapat kita petik yaitu penyelesaian masalah Timor Timur memberikan citra positif Indonesia di forum internasional, terlepas dari citra negatif yang datangnya dari kelompok-kelompok penekan untuk menjatuhkan mantan Presiden Habibie dan Indonesia secara ekonomis diuntungkan, sebagaimana kata Andi Yusran (1999: 127) dalam buku karangannya,.”Reformasi Ekonomi Politik”. Dengan lepasnya Timor Timur setidaknnya membawa keuntungan atau kepentingan strategis bagi Indonesia.
Pertama, secara politik, penyelesaian sesegera mungkin secara bijaksana dan bertanggung jawab atas masalah Timor Timur akan memberikan citra positif bagi Indonesia di forum internasional. Kedua, secara ekonomis Timor Timur bukanlah daerah ‘basah’ penghasil devisa negara, sebaliknya Timor Timur justru telah menjadi beban ekonomi bagi pemerintahan Indonesia, PAD sebesar 8 persen dari APBD setidaknya mengindikasikan posisi geo-ekonomi, Timor Timur tersebut minimal membawa konsekuensi ekonomis atas masalah Timor Timur sendiri.
Satu hal perlu menjadi catatan bagi masyarakat Indonesia untuk mempertangguh keintegrasian Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagian besar suatu anggota masyarakat tersebut sepakat mengenai batas-batas teritorial dari negara sebagai suatu kehidupan politik dalam mana mereka menjadi warganya dan apabila sebagian besar anggota masyarakat tersebut bersepakat mengenai sturuktur pemerintahan dan aturan-aturan daripada proses-proses politik yang berlaku bagi seluruh masyarakat di atas wilayah negara tersebut. Hal ini seperti yang dikutip Nasikun (1983) dari Liddle. Menurut Soleman B. Taneko, SH dalam bukunya yang berjudul, “Konsepsi Sistem Sosial dan Sistem Sosial”, untuk mendukung hal yang penulis maksud di atas diperlukan lima cara antara lain. Pertama, penciptaan musuh dari luar. Kedua, gaya politik para pemimpin. Ketiga, ciri dari lembaga-lembaga politik seperti birokrasi tentara, parpol dan badan legislatif. Keempat, ideologi nasional dan terakhir kesempatan perluasan ekonomi. Di saat usia Indonesia yang ke-62, semoga bangsa ini tetap utuh dan selalu jaya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Timor
timur awalnya merupakan bagian dari negara indonesia. Namun, tidak lama karena
adanya beberapa integrasi dengan indonesia. Karena integrasi-integrasi
tersebut, timor timur melepaskan diri dari wilayah negara indonesia, dan proses
ini sangat lama serta telah disetujui oleh PBB. Bahwa timor timur atau yang
lebih terkenal dengan sebutan timor leste telah menjadi satu negara yang baru
di dunia.
B. Saran
Kami menerima saran dari pembaca
untuk perbaikan penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik dan benar.Diharapkan mahasiswa dapat memahami isi
makalah dan mengamalkan apa-apa yang sudah dijelaskan dalam makalah ini dengan
merasa tergugah serta dapat menjadi ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Http://www.google.com/sejarah lepasnya timor timur. diakses pada bulan april
2013.
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Semester V STISIPOL Raja Haji
dan Tanjungpinang-Kepulauan Riau dan Wartawan Tabloid Suara Mahasiswa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar