Syirkah dalam Perspektif Hukum Islam
A.
Defenisi dan Dasar Hukum Usaha Bersama (Syirkah) dalam Islam
Syirkah
dari segi bahasa adalah ( al ikhtilath) yaitu penggabungan dua harta atau lebih
menjadi satu bagian utuh. Sedang menurut Istilah syari’, makna syirkah
adalah hak kepemilikan suatu hal (yaitu kerjasama dalam usaha atau
sekedar kepemilikan suatu benda) oleh dua orang atau lebih sesuai prosentase
tertentu.
Hukum
melakukan syirkah adalah mubah, dengan dalil dari Alquran dan As sunnah serta
Ijma’
Dasar
dari Alqur’an adalah Firman Allah Ta’ala : {فهم شركاء في الثلث} [النساء:12/4] “maka mereka bersekutu dalam yang
sepertiga itu”. Dalam ayat tersebut Allah taala menerangkan bahwa saudara seibu
jika lebih dari satu maka mereka bersekutu dalam kepemilikan sepertiga harta
warisan (pen-dengan syarat syarat yang telah ditentukan).
Adapaun
dasar dari Sunnah Dalam syirkah ada keberkahan dari Allah Ta’ala dalam
bentuk perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan usaha selama tidak terjadi
penghianatan.
ففي الحديث القدسي فيما يروى عن أبي
هريرة رفعه إلى النبي صلّى الله عليه وسلم قال: إن الله عز وجل يقول: «أنا ثالث
الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خانه خرجت من بينهما» رواه أبو داود
Dalam
hadit qudsi , sebagaimana yang diriwayatkan oleh abu huroiroh dari Rasulullah
Shalallhu alaihi wasalam bersabda: sesungguhnya Allah azza wajala berkata :
"Aku adalah pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi dua orang yang
melakukan syirkah, selama salah seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada
peseronya. Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar
dari mereka (tidak melindungi)”.
Syirkah
bisa dilakukan sesama muslim, dan juga bersama orang kafir.
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله -صلى
الله عليه وسلم- عامل أهل خيبر بشطر ما خرج منها من زرع رواه مسلم و أبو داود.أو ثمر
"Rasulullah
telah mempekerjakan penduduk Khaibar (orang-orangYahudi) dengan mendapat bagian
dari hasil panen tanaman dan buah.".
Dalil
ketiga adalah ijma’ yakni ulama’ kaum muslimin telah bersepakat tentang
diperbolehkannya syrirkah (perseroan), namun mereka berikhtilaf dalam beberapa
macam jenis syirkah.
B. Rukun
dan Syarat Syirkah
RUKUN
Syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Rukun
syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
1.
Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
2.
Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah)
melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
3.
Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal)
dan/atau modal (mâl).
Menurut
ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul atau serah terima. Sedangkan
orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk rukun, tapi syarat. Dan
menurut jumhur ulama, rukun syirkah meliputi shighat (lafaz) ijab dan qabul,
kedua orang yang berakad, dan obyek akad.
SYARAT
Syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakan syirkah.Jika syarat tidak terwujud, maka
akad syirkah itu batal.
Adapun
syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
1.
Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan
melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;
2.
Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak
bersama di antara para syarîk (mitra usaha).
C. Macam-Macam
Syirkah
Syirkah al-amlak (perserikatan dalam
pemilikan)
Syirkah al-‘uqud (perserikatan
berdasarkan suatu akad)
1.
SYIRKAH AL-AMLAK
Menurut
Sayyid Sabiq, syirkah al-amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu
jenis barang tanpa didahului aqad, baik bersifat ikhtiari atau jabari. Syirkah
al-amlak terbagi dua :
a.
Ikhtiari (perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang berserikat), yaitu
perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti
dua orang sepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima harta hibah secara
berserikat. Maka barang atau harta tersebut menjadi harta serikat bagi mereka
berdua.
b.
Jabari (perserikatan yang muncul secara paksa, bukan atas keinginan orang yang
berserikat), seperti harta warisan, menjadi milik bersama orang-orang yang
berhak menerima warisan.
Status
harta dalam syirkah al-amlak adalah sesuai hak masing-masing, bersifat mandiri
secara hukum. Jika masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat
itu, harus ada izin dari mitranya. Hukum yang terkait dengan syirkah al-amlak
dibahas secara luas dalam bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.
2.
SYIRKAH AL-‘UQUD
Akad
yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan
modal dan keuntungannya. Syirkah al-‘uqud terbagi lima:
a.
Syirkah al-‘inan (شركة العنان),
yaitu perserikatan dalam modal (harta) antara dua orang atau lebih, yang tidak
harus sama jumlahnya. Keuntungan dan kerugian dibagi dua sesuai prosentase yang
telah disepakati. Sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab orang-orang yang
berserikat sesuai dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-masing. Para
ulama sepakat, hukumnya boleh.
b.
Syirkah Abdan/A’mal, perserikatan yang dilakukan oleh dua pihak untuk menerima
suatu pekerjaan, seperti kerjasama seprofesi antara dua orang arsitek atau
tukang kayu dan pandai besi untuk menggarap sebuah proyek. Hasil atau imbalan
yang diterima dibagi bersama sesuai kesepakatan. Menurut ulama Malikiyah,
Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah hukumnya boleh. Ulama Malikiyah mengajukan
syarat, yaitu bahwa kerja yang dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta
hasil yang diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja masing-masing. Menurut
ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah, perserikatan seperti ini hukumnya tidak sah,
karena yang menjadi obyek perserikatan adalah harta/modal, bukan kerja,
disamping pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur, sehingga dapat
menimbulkan penipuan yang membawa kepada perselisihan.
c.
Syirkah al-Mudharabah, persetujuan antara pemilik modal dengan pengelola untuk
mengelola uang dalam bentuk usaha tertentu, keuntungannya dibagi sesuai
kesepakatan bersama, sedangkan kerugian menjadi tanggungan pemilik modal saja.
d.
Syirkah Wujuh, serikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya
modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta
menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungannya dibagi bersama. Mirip
seperti kerja makelar barang, bukan makelar kasus (markus). Ulama Hanafiah,
Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan hukumnya boleh, karena masing-masing pihak
bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itupun terikat
pada transaksi yang dilakukan mitra serikatnya. Sedangkan ulama Malikiyah,
Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan tidak dibolehkan, karena modal dan kerja
dalam perserikatan ini tidak jelas.
e.
Syirkah Mufawadhah, perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek, dengan
syarat masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya, serta
melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama pula.
Jika mendapat keuntungan dibagi
rata, dan jika berbeda tidak sah. Masing-masing pihak hanya boleh melakukan
transaksi jika mendapat persetujuan dari pihak lain (sebagai wakilnya), jika
tidak, maka transaksi itu tidak sah. Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan
bentuk perserikatan seperti ini dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah menyatakan tidak boleh, karena sulit untuk menentukan prinsip
kesamaan modal, kerja dan keuntungan dalam perserikatan itu, disamping tidak
ada satu dalilpun yang shahih yang bisa dijadikan dasar hukum. Tetapi mereka
membolehkan Mufawadhah seperti pandangan Malikiyah, yaitu boleh mufawadhah jika
masing-masing pihak yang berserikat dapat bertindak hukum secara mutlak dan
mandiri terhadap modal kerja, tanpa minta izin dan musyawarah dengan mitra
serikatnya.
D. MENGAKHIRI SYIRKAH
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal:
1.
Salah satu pihak membatalkannya
meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya
2.
Salah satu pihak kehilangan
kecakapan untuk bertasharruf, baik karena gila maupun alasan yang
lainnya
3.
Salah satu pihak meninggal dunia,
tetapi apabila anggota syirkah lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang
meniggal saja
4.
Salah satu pihak jatuh
bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham
syirkah
5.
Modal para anggota syirkah lenyap
sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
E. Hikmah Syirkah
Syirkah mengandung hikmah yang
sangat besar, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat luas, diantaranya
sebagai berikut :
1.
Terkumpulnya modal dengan jumlah yang sangat besar, sehingga dapat digunakan untuk mengadakan pekerjaan-pekerjaan besar pula.
2.
Dapat memperlancar laju perkembangan ekonomi makro.
3.
Terciptanya lapangan pekerjaan yang lebih luas dan mandiri.
4.
Terjalinnya rasa persaudaraan di antara sesama pemegang modal dan mitra kerja
yang lain.
5.
Pemikiran untuk memajukan perusahaan menjadi lebih banyak karena berasal dari
banyak orang.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia
tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi
kebutuhan. Ajaran Islam mengajarkan agar kita menjalin kerjasama dengan
siapapun terutama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong-menolong
dan saling menguntungkan (mutualisme), tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa
kerjasama maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Syirkah
pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama saling menguntungkan dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh
karena itu Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja sama sesuai prinsip di
atas.
Hukum
syirkah sendiri adalah boleh (mubah/halal) sebagaimana kebolehan kita makan,
minum dan lain-lain sejauh tidak ada hal yang melarangnya (mengharamkannya di
dalam Qur’an maupun Sunnah).
DAFTAR
PUSTAKA
Al-qur’an surat An nisa’
Anonim, Belajar Efektif Fiqih
Kelas X Madrasah Aliyah, Intimedia
Anonim, LKS Fiqih untuk
Madrasah Aliyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar